fbpx

Menuntut Ilmu (Part 1) : Adabmu Syarat Berkah Ilmumu

Share

Facebook
WhatsApp
Telegram

Thariq.sch.id- Harun al-Rasyid adalah khalifah besar yang berhasil membawa Islam memasuki masa keemasannya. Beliau menitipkan putranya kepada Imam al-Ashma’i untuk mempelajari Islam dan akhlak mulia. Suatu hari beliau menjenguk putranya, ia melihat Imam al-Ashma’i sedang berwudhu membasuh sendiri kakinya, sementara sang putra menuangkan airnya. Melihat kondisi tersebut, Khalifah menegur Imam al-Ashma’i seraya berkata, “Aku menyerahkan anakku kepada Anda, agar Anda mengajar dan mendidiknya. Mengapa Anda tidak memerintah anakku agar satu tangannya menuangkan air dan satu tangannya yang lain membasuh kakimu?”

Harun al-Rasyid sama sekali tidak meminta keistimewaan bagi putranya, walau ia berkedudukan sebagai khalifah yang dihormati. Begitulah beliau mendidik sang pangeran untuk berkhidmat dan memuliakan gurunya. Dari Harun al-Rasyid kita belajar pentingnya peran orang tua untuk aktif memberi andil dalam mendidik masalah adab bagi keluarganya.

Mengapa Islam sangat mengutamakan pentingnya menjaga adab pada guru?
Karena Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah berkata, “jika bukan sebab para ulama yang mengajarkan ilmunya, niscaya manusia akan berubah seolah seperti binatang.” Itulah mengapa Allah meletakan salah satu kunci berkahnya ilmu bukan semata pada ilmunya, tapi dari bagaimana adabnya kita pada guru.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib —khalifah keempat yang digelari baabul ‘ilmi dari Rasulullah SAW.— pernah berkata, “Aku adalah budak dari seseorang yang mengajariku walau hanya satu huruf. Aku pasrah padanya; aku akan dijual, dimerdekakan atau tetap sebagai seorang budak.”

Maka adakah yang lebih rendah kedudukan seseorang selain daripada menjadi budak?
Begitulah Ali bin Abi Thalib ini mengajarkan kita betapa tingginya kedudukan seorang guru. Sangat taat dan hormatnya beliau kepada siapapun yang mengajarinya, walau hanya sedikit ilmu.

Keteladanan Imam Syafi’i menyempurnakan kisah di atas. Ketika dalam satu kesempatan ia kedatangan seseorang yang sudah sangat tua, berpakaian kumal dan kotor, yang tidak banyak dikenal orang. Tanpa rasa jijik Syafi’i langsung mencium tangan dan memeluknya penuh hormat, sehingga banyak orang mempertanyakan tindakannya. “Mengapa kau lakukan itu, dia hanya laki-laki tua yang sudah uzur dan tidak dikenal?” Syafi’i menjawab, “ia adalah guruku, karena aku pernah bertanya bagaimana cara mengetahui seekor anjing sudah dewasa. Beliau memberitahuku; kita bisa melihat anjing itu sudah dewasa jika ia mengangkat sebelah kakinya ketika kencing.”—pengetahuan yang dianggap sepele oleh orang banyak, tetapi Syafi’i tetap memuliakan gurunya.

Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, terlebih jika yang disebarkan adalah ilmu agama. Ahli waris nabi, begitulah julukan mereka para pemegang kemuliaan ilmu agama. Kedudukan mereka sangat tinggi di hadapan Allah Sang Pencipta.

Penghormatan kepada guru telah Allah perintahkan bahkan sejak awal penciptaan manusia. Ketika para malaikat diperintahkan bersujud kepada Adam as. Setelah ia mengajarkan nama-nama benda pada mereka, Malaikat mengakui keluasan ilmu Adam as.dan menyadari keterbatasan pengetahuan mereka. Maka mulialah para malaikat karena adabnya pada guru mereka Adam as, dan terlaknatlah iblis karena sikap sombongnya menolak perintah Allah.

Imam Zarnuji dalam kitab Ta’lim Al-Muta’alim menulis bab ‘Mengagungkan Ilmu dan Ahli Ilmu’ sebagai bentuk penekanan pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Seseorang tidak bisa mendapatkan keberkahan ilmu jika tidak beradab kepada gurunya.

Maka tak mengherankan, bila Imam Syafi’i sampai harus berhati-hati saat membuka lembaran-lembaran bukunya saat duduk di depan sang guru Imam Malik karena khawatir, suara lembarannya mengganggu sang guru. Sebagaimana para sahabat duduk diam tak bergerak, saat Rasulullah memberi pengajaran. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا جُلُوْساً فِيْ المَسْجِدِ إِذْ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسُنِا الطَيْر لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung (kami khawatir burung itu terbang). Tak satu pun dari kami yang berbicara.” (HR. Bukhari).

Jaga adab kita pada guru. Keberkahan ilmu bukan ditentukan dari seberapa tinggi jabatan/kedudukan sang murid, bukan dari seberapa hebat sang guru, tapi dari bagaimana engkau memuliakan gurumu.

Baca juga : 5S SEBAGAI CERMINAN AKHLAK PELAJAR MUSLIM

Beberapa kisah-kisah luar biasa di atas menjadi pengingat bagi kita semua perihal pentingnya menghormati guru. Para ulama terdahulu sukses dalam mendapat keberkahan ilmu karena rasa hormatnya mereka pada guru.

Kami mempelajari adab itu selama 30 tahun, sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun (Ibnu Mubarok)… Bersambung

Ditulis oleh : S.M Candra Christina (Guru SMPIT Thariq Bin Ziyad)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1000 siswa baru telah terdaftar !

Chat With Us
Chat With Us!
Assalamualikum!
How can I help you?