fbpx

Hikmah Jum’at : Khalifah Umar Bin Khattab, Teladan Seorang Negarawan Yang Toleran.

Share

Facebook
WhatsApp
Telegram

Thariq.sch.id– Islam telah mengajarkan bagaimana sikap seharusnya seorang muslim kepada orang lain yang berbeda agama/keyakinan. Tidak hanya dalam bidang mua’malah, Islam juga mengatur bagaimana cara toleransi dalam hal ibadah dan keyakinan. Hal ini dengan jelas dicontohkan oleh Umar Bin Khattab ketika beliau menjadi Khalifah.

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab di Baitul Maqdis (Palestina)

Pada tahun 16 H, Khalifah Umar bin Khattab berangkat ke Baitul Maqdis (Palestina) setelah negeri itu berhasil direbut (ditaklukkan) oleh pasukan kaum muslimin di bawah panglima Abu Ubaidah bin Jarrah.

Kedatangan Umar bin Khattab adalah dalam rangka menerima kunci Baitul Maqdis dari Petrik pemimpin tertinggi kaum nashrani Baitul Maqdis. Maka pada kesempatan tersebut Umar memberikan jaminan keamanan bagi kaum Nashrani di seluruh Baitul Maqdis dalam sebuah dokumen sejarah yang bernama “Watsiqah Umariyah” (komitmen Umar), yang isinya antara lain:

“Bismillahirrahmanirrahim. Ini yang diberikan oleh Hamba Allah Amirul Mukminin terhadap seluruh penduduk Eliya (Baitul Maqdis):

1. Diberikan bagi mereka keamanan atas jiwa mereka, harta mereka, gereja-gereja mereka, dan salib-salib mereka, bagi yang sakit dan yang sehat dari mereka serta seluruh alirannya.

2. Gereja mereka tidak boleh ditempati dan tidak boleh dirobohkan, juga tidak boleh dikurangi termasuk salibnya. Pentingnya toleransi terlihat pada kebijakan ini.

3. Mereka tidak boleh dipaksa meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh satu orangpun terintimidasi.

4. Tidak boleh satu orangpun yahudi tinggal di Eliya (Baitul Maqdis).

5. Penduduk Eliya wajib membayar jizyah sebagaimana juga wajib bagi non muslim di daerah sekitar. Keadilan dan toleransi diterapkan dengan adil.

6. Mereka dibolehkan keluar dan pergi bergabung dengan Romawi, dan terjamin keamanannya sampai ke tujuan.

Di ujung dokumen tersebut, Umar menuliskan: “Dokumen ini adalah janji (kewajiban) kepada Allah dan RasulNya, tanggung jawab para Khalifah dan seluruh kaum muslimin.” Dan yang menjadi saksi atas dokumen janji Umar ini adalah sahabat yang mulia: Khalid bin Walid, Amru bin ‘Ash, Abdurrahman bin Auf, dan Muawiyah bin Abi Sufyan.

Di saat itu juga, Petrik Baitul Maqdis mempersilakan Umar untuk masuk ke Gereja Qiyamah dan mempersilahkannya untuk shalat. Tapi Umar menolak tawaran tersebut. Beliau khawatir, sepeninggal Beliau nanti gereja tersebut diubah menjadi masjid oleh kaum muslimin, dengan alasan Umar pernah shalat di sana. Umar mempraktekan toleransi secara nyata.

Begitulah tingginya sikap kenegarawanan Umar yang telah berkuasa menaklukkan Eliya (Baitul Maqdis), dan Beliau tidak menzhalimi penduduknya yang nashrani. Malah Beliau menghormati mereka dan memberikan hak-hak kebebasan mereka menjalankan ibadah dan tidak mengganggu rumah-rumah ibadah mereka.

Di sisi lain, sikap toleran Umar yang sangat mulia itu, tidak pula kemudian Beliau berlebihan dalam menghormati Petrik yang merupakan  pemimpin spritual tertinggi kaum nashrani di sana. Tidaklah Umar sampai latah (lebay) sehingga mencium kening Petrik. Sebab sikap seperti itu hanya layak diberikan kepada orang-orang (level) tertentu dari kaum mukminin.

Baca juga : Indonesia Negara Paling Dermawan Di Dunia

Dari kisah ini jelas tergambar bahwa toleransi yang diajarkan oleh Islam kepada umat agama lain bukanlah dengan menyanjung bahkan sampai mengorbankan/mengurangi syiar Islam yang biasa dilakukan. Toleransi yang diajarkan Islam adalah dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi setiap umat beragama untuk beribadah secara berdampingan dengan aman dan nyaman, tanpa ada yang merasa terancam dan dikorbankan satu dengan lainnya. (fr)

Simak video : Menyikapi Toleransi Yang Kebablasan (Ust Adi Hidayat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1000 siswa baru telah terdaftar !

Chat With Us
Chat With Us!
Assalamualikum!
How can I help you?