Thariq.sch.id- Akal dalam pandangan Islam bukanlah otak. Setiap makhluk hidup pasti memiliki otak, termasuk serangga, burung, bahkan hewan liarpun tercipta lengkap dengan organ otaknya. Sedangkan akal merupakan daya kekuatan berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Al-Qur’an sangat jelas menggambarkan bahwa akal sebagai alat untuk menerima segala jenis informasi dan pengetahuan yang berasal dari alam sekitar. Akal adalah potensi ghaib yang dikaruniakan Allah pada manusia untuk melawan hawa nafsu. Berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya, mereka lebih mengedepankan hawa nafsu dan insting
Kita patut bersyukur karena diciptakan sebagai manusia berakal yang merupakan salah satu tanda-tanda kebesaran Allah ta’ala. Dengan karunia akal tersebut manusia dapat mengetahui kebenaran dan kebatilan. Dengan akal juga manusia mendapatkan posisi yang paling mulia dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya, termasuk malaikat.
Dalam Al-Qur’an tidak kurang dari 49 ayat yang menyebutkan kata akal serta fungsinya, dan sangat nyata bahwa akal berguna bagi kehidupan manusia. Secara umum Al-Qur’an menjelaskan fungsi akal adalah menerima segala ilmu pengetahuan yang konkret. Hal ini melingkupi makhluk ciptaan hingga mengetahui penciptanya. Al-Qur’an juga sudah mengisyaratkan bahwa orang yang menggunakan akalnya akan senantiasa menemukan petunjuk yang benar dari Allah swt.
Menurut seorang ulama Taqiyuddin an-Nabhani, cara berpikir manusia ada tiga macam :
> Cara berpikir biasa atau ringan, artinya cara pikir yang mudah dan tidak membutuhkan waktu lama. Dengan cara berpikir ini manusia bisa tahu apa yang dia lihat, seperti melihat kursi, meja dan white board di ruang kelas.
> Cara berpikir sedang, artinya manusia berpikir dengan menggunakan sebagian kekuatan akalnya. Sehingga bila ia melihat kursi dan meja di dalam kelas, terbayang dalam hatinya fungsi tata letak dan bentuk ruangan yang cocok untuk penempatan benda-benda sebagai fasilitas kegiatan belajar mengajar.
> Cara berpikir berat, artinya cara berpikir yang menggunakan segala kekuatan akalnya untuk mendapatkan hakikat kebenaran. Sebagai contoh, jika seseorang melihat kursi, meja, white board dan sebagainya, ia akan mencari tahu manfaat serta penciptanya dan bagaimana cara membuatnya, sampai bahan apa yang di gunakan. Tidak lain hal tersebut dilakukan adalah untuk mencapai dan mendapatkan hakikat kebenaran.
Lalu mengapa akal manusia terbatas?
Allah mencipatakan akal manusia terbatas agar manusia tahu bahwa ia tidak lebih dari segalanya. Supaya manusia tidak menganggap dirinya superior, karena Allah swt yang Maha Besar dari segalanya. Kadang kala sering dirasakan suara kejujuran hati kecil manusia di tutupi oleh akal yang diselubungi hawa nafsu. Maka terjadilah penipuan pada diri sendiri, dan kemudian menipu orang lain. Hakikatnya hati nurani tidak pernah bertentangan dengan akal, hati kecil yang menyatakan kebenaran tidak pernah bohong kepada diri sendiri.
Bisa di simpulkan bahwa menggunakan akal sama halnya menggunakan kemampuan pemahaman, baik yang berkaitan dengan hal realitas yang konkret maupun realitas spiritual.
Realitas yang konkret dipahami oleh pemikiran.
Realitas spiritual dipahami oleh qalbu atau hati.
Allah berfirman dalam Surah Ali ‘Imran :
اِنَّ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَاخۡتِلَافِ الَّيۡلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الۡاَلۡبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (Q.S Ali ‘Imran : 190)
الَّذِيۡنَ يَذۡكُرُوۡنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوۡدًا وَّعَلٰى جُنُوۡبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُوۡنَ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari siksa neraka. (Q.S Ali ‘Imran : 191)
Baca juga : Hikmah Jum’at : Hakikat Penciptaan Manusia
Sahabat Thariq, kita sebagai makhluk yang diberikan akal, semestinya dapat membedakan mana kebaikan dan mana keburukan, sehingga kita bisa menjadi orang bijak, sabar, dan tidak selalu menyalahkan orang lain bahkan terjerumus dalam kemaksiatan dan kesesatan.
Ditulis oleh : Sahri Romadhon, Lc (Guru LPIT TBZ)