Bekasi(1/10/2022)- Hari ini 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati hari bersejarah yang dikenal dengan hari “Kesaktian Pancasila”. Kata “sakti” ini dilatarbelakangi oleh tetap eksisnya Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia sampai saat ini. Setelah melewati ujian berat pada malam hari tanggal 30 September 1965 yaitu gerakan yang dilancarkan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang berniat untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan ideologi Komunis. Pemberontakan yang mereka lakukan adalah dengan menculik Jenderal angkatan bersenjata yang mereka tuduh sebagai antek Barat yang berniat untuk menggulingkan pemerintahan Sukarno.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, kondisi masyarakat Indonesia masih dilanda krisis ekonomi bahkan tingkat inflasi sampai 650%. Ditengah kesulitan ini, beberapa ideologi berkembang pesat diantaranya yaitu Nasionalis, Islam, dan Komunis. Ketiga ideologi ini saling berebut simpati dan dukungan rakyat.
Partai Komunis Indonesia sejak awal berdiri tahun 1914 terus aktif untuk merekrut anggota agar rakyat dapat menerima paham komunis. Tahun 1925, partai ini mengambil posisi menentang kolonialisme Belanda. Dengan segala upaya berusaha menggulingkan pemerintah kolonial Belanda untuk dapat menggantikan pemerintahan ke tangan PKI.
Berbagai pemberontakan mereka lancarkan. Mulai dari tahun 1926, partai ini melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Kemudian tahun 1948, mereka melakukan pemberontakan di Magetan dan Madiun yang dipimpin Amir Syarifuddin dan Musso, serta Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) dengan menculik 6 Jenderal dan 1 Perwira.
Keganasan PKI pada pemberontakan Madiun, Magetan dan daerah lainnya pada tahun 1948 dapat dilihat dari ratusan korban kalangan tokoh islam, santri, kepala desa, guru, dan elemen masyarakat lainnya yang dianggap bertentangan dengan paham komunis. Korban keganasan PKI ini semua dimasukkan kedalam sumur soco yang berada di dusun soco, Magetan, Jawa Timur.
Pada sisi lain, sejarah juga mencatat bahwa tokoh Islam Indonesia sejak awal mendirikan organisasi yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905 yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam (SI) lebih menitikberatkan aktivitasnya pada perbaikan ekonomi masyarakat, menguatkan jiwa dagang pribumi untuk dapat bersaing dengan pedagang asing, mengembangkan dunia pendidikan karena masih banyak masyarakat belum mendapatkan pendidikan yang layak, dan memberikan pemahaman keislaman yang baik kepada masyarakat.
Pada Pemilu 1955, umat Islam memiliki perwakilan di bidang politik yaitu Partai Masyumi yang kemudian menjadi partai Islam terbesar di Indonesia dengan jumlah kursi DPR sama seperti PNI yang menjadi pemenang yaitu sebanyak 57 kursi. Para tokoh Masyumi saat itu tetap bijaksana untuk tidak memaksakan mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila bagi umat Islam Indonesia adalah tujuan syariat dalam bernegara. Hal yang terpenting adalah bagaimana Indonesia bisa berdaulat sepenuhnya, masyarakatnya sejahtera, dan rakyat mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Pada tahun 1949-1960, beberapa tokoh muslim yang juga dikenal sebagai tokoh-tokoh Masyumi pernah melakukan pemberontakan kepada Pemerintah RI lewat dua peristiwa yaitu PRRI/Permesta dan DI/TII. Namun gerakan ini lebih dikarenakan ketidakpuasan atas kebijakan di pusat baik pada saat perundingan Renvilee dengan Belanda maupun ketidakadilan serta pembangunan yang tidak merata antara pusat dan daerah. Selain itu, seiring berjalannya waktu pemerintah pusat lebih cenderung untuk dekat dengan paham komunis yang diwakili PKI yang notabene bertentangan dengan Islam. Fakta kedekatan antara Pemerintah RI dan PKI ini diperkuat oleh slogan Presiden RI Soekarno yang mengkampanyekan NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis).
Dari fakta ini, kita dapat melihat bahwa begitu besar jasa dan pengorbanan para ulama serta tokoh islam Indonesia yang mengutamakan persatuan dengan menerima Pancasila sebagai Ideologi bangsa. Demi terwujudnya Indonesia yang utuh, berdaulat serta masyarakat yang adil, makmur dan berkeadilan.
Saat ini tugas para pemimpin bangsa adalah bagaimana mewujudkan keadilan bagi masyarakat disemua bidang. Baik di bidang ekonomi, hukum, pendidikan, dan bidang lainnya. Jangan ada lagi segelintir orang menguasai mayoritas sumber daya alam dan ekonomi Indonesia. Tidak ada lagi ketimpangan penegakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul keatas. Hukum tajam kepada yang berseberangan dan tumpul kepada yang sepihak. Jangan ada lagi anak-anak kurang gizi dan tidak bisa sekolah yang layak. Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa benar-benar sudah diterapkan oleh para pemimpin Indonesia dan rakyat akan berkomitmen untuk mengikutinya. (fr)
Firman Allah (Q.S Al-Maidah : 8)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hadis Rasullullah SAW :
“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (Riwayat Muslim)
Simak Video : Pernyataan Pakar Hukum Tata Negara Dr. Irman Putra Sidin, S.H, M.H
2 Responses